Menelusuri Sejarah Keberadaan Warga Keturunan China/Tionghoa di Pandeglang


Menelusuri Sejarah Keberadaan Warga Keturunan China/Tionghoa di Pandeglang;

PANDEGLANG, Perjalanan kali ini saya putuskan untuk mengunjungi sebuah tempat Pemakaman Umum Masyarakat Keturunan  Tionghoa (China) yang terdapat di Pusat Kota Pandeglang. Makam yang terletak di Kampung Kabayan Citiis Kelurahan Kabayan Kecamatan Pandeglang ini berada dilokasi tanah wakaf keturunan Tionghoa seluas kurang lebih 2 Hektar.

Orang yang pertama kali mengunjungi tempat ini mungkin tidak akan menyangka ditempat ini terdapat lokasi Pemakaman China, jalan masuk yang kecil dan semak belukar yang menutup areal pemakaman ini, tidak menunjukan bahwa ditempat ini terdapat sebuah areal pemakaman.

Tindakan pertama yang saya lakukan, tentunya segera mempersiapkan kamera untuk mengambil beberapa buah gambar ditempat ini. Beberapa nisan terlihat tidak terurus dan dipenuhi semak belukar.  Di sudut makam terdapat sebuah batu besar yang dipercaya masyarakat sebagai makam tertua ditempat ini. Didorong rasa penasaran, akhirnya saya mencoba mencari tahu tentang seluk beluk keberadaan pemakaman ini.  Dan pikiran pertama yang terlintas adalah mencari orang yang mengurus tempat pemakaman ini. Seorang anak kecil yang kebetulan melintas, akhirnya menunjukan orang yang menurutnya sering memelihara tempat ini.

Makam-makam yang dipenuhi Semak Belukar

Ruyani (48 thn) atau yang dikenal Rani, adalah orang yang ditunjukan anak itu. Tiba dirumahnya, kami dijumpai oleh istrinya, karena Rani sendiri sehari-hari pekerjaannya adalah sebagai petani. Akhirnya setelah menunggu beberapa menit kami bisa bertatap muka dengannya.

Obrolan kami awali dengan kondisi kebaradaan pemakaman ini, menurut penjelasan Rani, tempat ini awalnya merupakan tanah wakaf dengan luas kurang lebih 2 Ha, disini terdapat 100 buah makam. Ia sendiri tidak mengetahui siapa pemilik pertama dari lahan ini.

Menurutnya pemakaman ini telah ada sejak kakeknya dulu. Ki Saleh demikian nama kakeknya, adalah orang pertama yang mengurus dan memelihara areal pemakaman ini. Rani sendiri tidak mengetahui kapan kakeknya dilahirkan dan mulai mengurus areal pemakaman ini. Sepeninggal kakeknya, akhirnya kepengurusan diserahkan ke orang tuanya Rani (Ki Marjuki), menurut penjelasan Rani, Ki Marjuki meninggal pada usia 92 tahun pada tahun 1998.

Menurut penuturan Rani, saat ditanya bagaimana dirinya mendapatkan bantuan dana dalam mengurus komplek pemakaman ini, ia menjelaskan biasanya keluarga yang dimakamkan disini akan selalu melakukan ritual jiarah pada hari-hari besar keagamaan, seperti Tahun Baru Imlek, dan menjelang Natal ujarnya. Pada saat ramainya orang yang berjiarah kesini itulah, kadang-kadang saya mendapatkan sedikit upah dari mereka ujarnya. Ketika ditanya apakah dirinya selama ini pernah menerima bantuan dari Pemerintah Daerah, dengan nada penuh harap, “Sebenarnya saya berharap pihak Pemda dapat ikut membantunya dalam pengurusan komplek pemakaman ini, meski komplek pemakaman ini awalnya memang merupakan pemakaman keluarga, namun sekarang pemakaman ini sudah menjadi pemakaman umum untuk warga keturunan China” ujarnya.

Dari penjelasan silsilah keluarga Rani inilah, saya kemudian mulai menghitung perkiraan mulai dipakainya lahan ini menjadi area Pemakaman, maka didapatlah angka 1818. Ke-validan dan ketepatan angka ini memang memerlukan pembuktian selanjutnya.

Sebuah Makam yang tampak tidak terawat

Menurut Rani keberadaan tanah pemakaman ini, banyak meninggalkan kisah mistis bagi masyarakat disini. Disudut makam terdapat sebuah batu besar yang disebut oleh masyarakat “Batu Karadak”, siapapun yang menginjak batu ini maka dirinya akan langsung sakit. Adapula kisah yang mengatakan bahwa keberadaan ular tanah yang berada dilingkungan batu ini sangat jinak sekali,  meski habitatnya terganggu oleh manusia. Tapi jika ular ini dibawa keluar area batu ini, maka ular tanah tersebut akan sangat agresif ujarnya (ular tanah bagi masyarakat Pandeglang dikenal sangat berbisa dan mematikan).

Keberadaan Batu Karadak ini, menurut Rani tidak terlepas dari cerita dan Legenda Ki Buyut Udang. Saat ditanya siapa Kibuyut Udang dan ada kaitan apa dengan keberadaan Batu Karadak ini, Rani tidak bisa menjelaskan secara rinci kisah tersebut.

“Saking angkernya daerah ini, kami yang berada disekitar komplek pemakaman ini tidak berani mendekati batu tersebut” lanjutnya.

“Tapi seiring waktu, keangkeran tempat itu semakin terkikis, bahkan dulu pernah terjadi penjarahan barang  secara besar-besaran yang dilakukan masyarakat disini terhadap makam-makam ini. Karena menurut sebagian besar masyarakat disini, di area makam ini sering ditemukan barang-barang berharga yang turut dikubur bersama pemiliknya, ini terjadi kira-kira pada tahun 1982” lanjutnya.

Saat ditanya, kira-kira siapa orang pertama keturunan China / Tionghoa yang datang dan menetap di Pandeglang terkait dengan adanya komplek pemakaman disini, Rani tidak bisa menjelaskannya. Ia malah menjelaskan kemungkinan adanya orang China yang menetap disekitar kawasan Kadu Banen. Orang China itu bernama Banen, oleh karena itu tempat tersebut sekarang dikenal dengan nama Kadu Banen ujarnya.

Batu Karadak

Keberadaan orang China di Pandeglang, memang sangat unik dan menarik jika ditelusuri lebih lanjut. Beberapa orang tua yang saya jumpai hampir rata-rata menjelaskan bahwa orang-orang keturunan China tersebut awalnya menghuni sebuah areal disekitar Gardu Tanjak. Hal ini bisa dibuktikan dengan adanya sebuah rumah yang masih menyisakan tanda-tanda keberadaan komunitas China ditempat itu. Jika anda melintas kedaerah ini, tepat disebelah Gedung Sekretariat Golkar masih terdapat sebuah rumah yang atapnya memiliki sebuah simbol naga / lion diatasnya, dan ini adalah merupakan simbol yang sering digunakan oleh masyarakat keturunan China. Oleh karena itu, masyarakat Pandeglang pada saat itu menyebut kawasan Gardu Tanjak dengan Pecinan.

Sedangkan kawasan Ekonomi yang kebanyakan diramaikan oleh orang-orang China di Pandeglang, dahulu dipusatkan didaerah Pasar Heubeul (H.Nuryasin) sebelum lokasi pasar dipindahkan ke tempat sekarang. Sedangkan lokasi Pasar sekarang dahulunya merupakan sebuah pabrik Es.

Keterangan lain yang saya dapatkan dari seorang warga di Kadupandak Sidik Ali bin Maskrani menjelaskan bahwa keberadaan orang China di Pandeglang dahulu, diawali dengan kedatangan seseorang yang mengaku dari Negeri China, saat jaman Kesultanan Banten. Orang tersebut dikenal masyarakat sebagai Mbah Badot, ia adalah seorang pedagang keturunan China yang datang ke Pandeglang untuk berjualan Bako (tembakau) ujarnya.

Ada juga versi lain yang mengatakan bahwa keberadaan orang China di Pandeglang, terkait dengan proses pembangunan Jalan Rel Kereta Api Rangkasbitung-Labuan. Warga keturunan China ini dipaksa untuk turut menjadi pekerja paksa dengan penduduk Pribumi. Setelah pembangunan rel ini selesai, mereka akhirnya menetap dan beranak cucu disekitar kawasan Kadomas sekarang. Oleh karena itu sebagian masyarakat Kadomas, mempunyai warna kulit kuning langsat layaknya keturunan China. Tidak sedikit dari mereka akhirnya dipersunting oleh penduduk pribumi dikawasan itu.

Awalnya mereka menetap di daerah Curug Nganggur, tapi karena banyak diantara mereka dipersunting oleh orang-orang Belanda atau Tuan Tanah, mereka mulai menyebar kedaerah Kadomas sekarang.

Asal mula penamaan Kampung Kadomas sendiri, menurut cerita sebagian orang didaerah itu berasal dari peristiwa banyaknya warga keturunan yang dipersunting oleh orang Belanda / Tuan Tanah. Mereka yang akan mempersunting warga keturunan itu, diharuskan memberikan sebuah cinderamata atau mas kawin untuk keluarganya. Oleh karena itu disebutlah kampung ini dengan nama Kadomas, yang berasal dari dua suku kata, Kado berarti Hadiah dan Mas adalah sebutan untuk barang yang diserahkan, biasanya berupa emas.

Cerita-cerita diatas bukanlah suatu fakta sejarah yang bisa dibuktikan, oleh karena itu diperlukan penelitian dan penelahaan lebih lanjut. Suatu hal yang menjadi sulit dalam mengungkap sejarah di Pandeglang adalah minimnya catatan / naskah sejarah di Pandeglang. Oleh karena itu, melalui catatan ini saya mengajak, baik kepada masyarakat yang concern dan peduli terhadap sejarah daerah ini maupun kepada dinas/instansi yang terkait, untuk segera mengadakan inventarisasi catatan-catatan sejarah yang ada di Pandeglang………

————— kembali kehalaman pertama —————

Pos ini dipublikasikan di 01 Sejarah. Tandai permalink.

4 Balasan ke Menelusuri Sejarah Keberadaan Warga Keturunan China/Tionghoa di Pandeglang

  1. chandra dewi berkata:

    heuheuhe bagus tulisannya.
    mas FYI naga itu kalau di China disebut liong bukan lion soalnya kampung ibuku di Jawa Tengah itu kampung China jadi aku apal.
    oh iya kalau mau tahu asal usul orang china di pandeglang coba aja datang ke pasar yang tempat mangkal angkot maja, pari dll. disitu ada toko kelontong (tapi aku lupa nama tokonya) yang punyanya itu temen ibuku. dia orang china namanya pen siong a.k.a setiawan. dia china asal Gombong Jawa Tengah. dan ternyata sudah tinggal di Pandeglang sejak jaman kakek dan neneknya.mungkin dia tahu asal usul china di Pandeglang. tapi kalau yang sekarang ada di pasar pada jualan itu rata-rata asalnya dari Tegal, Slawi, Gombong, dan daerah di Jawa Tengah loh. entah gimana mereka bisa terdampar di Pandeglang.

    • Iim Mulyana berkata:

      Terima kasih Mbak Dewi, hehe… mungkin salah ketik “g” nya ketinggalan .. btw terima kasih koreksinya…

      Menarik memang, jika kita membahas dan mencoba menelusuri jejak sejarah ini. Sengaja saya menelusuri dimulai dari komplek pemakaman ini, karena memang tempat inilah yang mungkin menjadi saksi sejarah telah bermukimnya komunitas warga keturunan China di Pandeglang. Menurut penjelasan Rani penjaga makam, awalnya memang komplek ini dipakai oleh 8 keluarga, tapi seiring waktu banyak makam yang mulai dipindah tempatkan, menurut perhitungannya sekarang ini yang menempati komplek pemakaman ini tinggal hanya 5 keluarga.

      So… info nya terima kasih, mudah2an ini menjadi pemicu bagi para peneliti sejarah untuk terus mengkajinya.

      Sebagai INFO TAMBAHAN : (dari beberapa literatur yg sy dapat) :
      Selain berdagang, pendatang China juga bersawah atau menjadi buruh. Mereka dikenal sebagai pekerja rajin dan ulet. Tak mengherankan, tenaga pendatang China banyak dimanfaatkan pemerintah Hindia Belanda untuk membangun Kota Batavia pada awal abad ke-17.

      Seiring menguatnya kekuasaan, pemerintah Hindia Belanda mulai membangun sejumlah kota beserta fasilitas jalan dan transportasi di wilayah pedalaman Jabar. Pada awal abad ke-19, pemerintah kolonial mendatangkan ratusan pekerja China dalam pembangunan Jalan Raya Pos (Grote Postweg) dan pemasangan jalur rel kereta api. Sejak itulah, keluarga-keluarga dari China berdatangan ke berbagai wilayah di Jabar .

      Namun, pemerintah kolonial menerapkan kebijakan lintas (“pass”) dan pengelompokan etnis (“zoning system”). Pendatang China tidak diperbolehkan melintasi wilayah tanpa izin, serta diharuskan menetap di kawasan yang sudah ditentukan. Maka, muncullah kampung-kampung China atau pecinan di kota-kota persinggahan, seperti Sukabumi, Cianjur, Bandung, Tasikmalaya, dan Cirebon.

  2. efendi berkata:

    sangat suka dapat informasi seperti ini,kalau bisa dari daerah lain juga karena sebagai keturunan chinna saya ingn tahu juga sejarah leluhur.

  3. umar bin gople alhadad citeureub berkata:

    setau ane cina pandeglang adalah cina mlarat yang buron karena pp 10.yaitu pengusiran cina dari desa di indonesia dan pengusiran/pemulangan cina kenegeri cina di jaman bung karno.sebagian cina usiran tsb buron dari tempat penampungan di tanggerang mereka sebagian menyusup ke banten termasuk pandeglang.mereka takut sekali dikembalikan kecina.

Tinggalkan komentar