Mengenal Stratifikasi Sosial di Banten


PANDEGLANG, 19 APRIL 2010

STRATIFIKASI SOSIAL DI TATAR BANTEN


PANDEGLANG, Berdasarkan status sosialnya, masyarakat Banten dahulu mengenal beberapa pelapisan sosial dalam kehidupan mereka. Pertama, masyarakat yang memiliki hubungan darah dengan Kesultanan Banten. Kelompok masyarakat ini dipandang sebagai kelompok bangsawan kelas tinggi.

Masyarakat yang masuk ke dalam golongan ini biasanya bergelar tubagus (untuk laki-laki) atau ratu (untuk perempuan). Gelar tubagus dan ratu mulai dipakai sejak masa pemerintahan Maulana Yusuf. Akan tetapi, ketika itu sebutannya agak berbeda yakni ratu bagus untuk keturunan sultan berkelamin laki-laki dan ratu untuk keturunan sultan berkelamin perempuan. Gelar kebangsawanan ini dianugrahkan kepada keturunan sultan semenjak si bayi dilahirkan. Apabila dalam proses kehidupannya, ia tertarik untuk menekuni di bidang pemerintahan, gelarnya akan berubah menjadi tumenggung, ngabehi, aria adipati, atau pangeran.

Penganugerahan gelar ini disesuaikan dengan bakat, kepandaian, dan keterampilannya. Gelar birokrasi ini tidak bisa diturunkan kepada anak cucunya sehingga mereka hanya akan memakai gelar ratu bagus atau ratu. Sementara itu, bagi keturunan sultan yang tidak mau bekerja di pemerintahan, mereka tetap berhak menyandang gelar ratu bagus atau ratu dan gelar ini dapat diturunkan kepada anak cucunya. Setelah melalui proses sejarah yang cukup panjang, sebutan ratu bagus berubah menjadi tubagus dan gelar ini merupakan ciri khas golongan bangsawan Banten sebagai keturunan langsung sultan. Selain itu, dikenal pula penggolongan Tubagus dan Ratu, yaitu keturunan dari Kasunyatan, Kanari, Labuan, Cimanuk (termasuk daerah Muruy dan Menes), dan Tirtayasa.

Selain dihuni oleh keturunan sultan, kelompok bangsawan juga dihuni oleh mereka yang memiliki gelar Raden. Gelar raden merupakan identitas kebangsawan yang berasal dari Priangan. Kebanyakan mereka yang bergelar raden mengabdikan hidupnya di bidang pemerintahan. Berbeda dengan mereka yang bergelar tubagus atau ratu yang lebih banyak menentang pemerintah kolonial. Selain itu, untuk memberikan penghargaan kepada orang yang berjasa, Pemerintah Hindia Belanda adakalanya menganugerahkan gelar kebangsawanan. Biasanya, orang yang bernama Sastrawiguna atau Sastranegara merupakan orang yang menyandang gelar kebangsawanan hasil pemberian Pemerintah Hindia Belanda. Gelar raden memang dipergunakan oleh mereka yang menjadi keturunan kaum menak di Priangan atau keturunan Raja Sunda. Berikut cuplikan cerita penggunaan gelar raden oleh keluarga besar Djajadiningrat.

Ketika Islam masuk ke negeri Pajajaran, terdapatlah 25 orang keturunan Prabu Pajajaran terakhir yang menolak memeluk Islam. Mereka kemudian menyingkir ke daerah Banten Selatan, yakni ke lembah Parahiang, yang kelak kemudian dikenal sebagai daerah Rawayan atau Kanekes. Di daerah itu, mereka mendirikan negeri negeri kecil yang namakan Salawe Nagara. Setelah sekian lama, akhirnya hanya tersisa tiga buah kelompok, yaitu Cikeusik, Cikertawana, dan Cibeo. … Syahdan diceritakan bahwa Puun Cikertawana memiliki seorang putra yang bernama Wirasuta. Menjelang dewasa, Wirasuta bermimpi bahwa di belahan bumi nun jauh di sana tengah berkecamuk suatu pergolakan yang maha dahsyat.Pergolakan ini disebabkan oleh lahirnya suatu faham baru yang disebut agama Islam yang meng-Esakan Allah semata. … Maka berangkat Wirasuta ke tempat yang diketahuinya melalui mimpi itu. Setibanya di kuala Ciujung, Wirasuta melihat suatu kerajaan yang megah yakni Kesultanan Banten yang dipimpin oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Ia kemudian mengabdikan dirinya kepada sultan. Lama kelamaan, setelah tahu bahwa ia keturunan Prabu Pajajaran, Sultan Ageng Tirtayasa mengangkat Wirasuta menjadi hulubalang dalam angkatan perangnya. Seiring dengan itu ia kemudian dianugrahi gelar kebangsawanan raden adipati aria sehingga namanya menjadi R. A. A. Akmaldiningrat. Ia meninggal dunia ketika sedang menumpas pemberontakan di Lampung dan oleh sultan dianugrahi gelar anumerta Pangeras Astapati. … Pada keturunan ke-8, lahirnya keluarga besar Djajadiningrat”.

Selain itu, terdapat juga kelompok masyarakat yang menempati golongan bangsawan rendah. Biasanya mereka menyandang gelar Entol. Gelar kebangsawanan ini disandang oleh mereka yang menjadi keturunan Ajar Djo. Menurut tradisi, Ajar Djo merupakan salah seorang hulubalang pasukan perang Prabu Pucuk Umun. Bersama-sama dengan saudara kandungnya yang bernama Ajar Djong, mereka kemudian menghadap kepada Maulana Hasanudin, menyerahkan diri dan menyatakan sebagai penganut agama Islam. Ajar Djo dan Ajar Djong tidak hanya sekedar memeluk Islam, tetapi kemudian sepenuhnya membantu Maulana Hasanudin dalam menyebarkan Islam di daerah Banten. Atas jasa itu, Maulana Hasanudin memberikan gelar kepada mereka sehingga namanya berubah menjadi Ki Mas Djo dan Ki Mas Djong. Ketika Maulana Hasanudin diserahi tahta Banten oleh ayahnya, ia membentuk pemerintahan yang diisi oleh kaum ulama dan umara. Ki Mas Djo tetap mengabdi kepada Maulana Hasanudin sebagai ulama dan umara sekaligus. Kelak di kemudian hari, kemampuan Ki Mas Djo sebagai ulama dan umara diturunkan kepada keturunannya sehingga banyak ulama yang masyhur merupakan keturunan Ki Mas Djo. Para keturunan Ki Mas Djo ini dapat diketahui dari gelar yang mereka pakai yakni entol dan menyebar ke seluruh wilayah Banten.

Selain kaum bangsawan, kaum elite masyarakat Banten pun dihuni oleh kaum ulama, pamong praja, dan jawara. Kaum ulama menjadi bagian kelompok elite masyarakat  karena memiliki pengaruh yang kuat bagi kepada pemerintah maupun masyarakat. Bagi masyarakat Lebak, ulama dipandang sebagai tokoh masyarakat yang menjadi sumber kepemimpinan informal terpenting. Status ini tidak dapat dilepaskan dari proses sejarah yang cukup panjang. Islam masuk dan menyebar seluruh pelosok Banten dilakukan oleh para ulama. Demikian juga ketika berdiri Kesultanan Banten, kedudukan kaum ulama menjadi begitu kuat karena dijadikan sebagai salah satu komponen pemerintahan kesultanan. Masyarakat mematuhi perintah ulama karena memandang kaum ulama sebagai sosok yang disegani.

Berbeda dengan kedudukan ulama, pamong praja dan jawara merupakan kelompok sosial yang kedudukannya tidaklah melibihi kedudukan kaum ulama. Pamong praja merupakan aparat pemegang kekuasaan formal yang kadangkadang lebih membela kepentingan penguasa daripada rakyatnya. Mereka memiliki senjata untuk memaksa rakyatnya tunduk atas keinginannya. Hal yang sama diperlihatkan oleh kelompok jawara. Oleh karena itu, rakyat menjadi patuh baik kepada pamong praja maupun jawara. Akan tetapi, kepatuhan itu tidaklah didasarkan pada keseganan terhadap kharismanya, melainkan karena adanya rasa takut di kalangan rakyat.

Terdapat juga sekelompok masyarakat yang memandang lembaga kaolotan sebagai kelompok elite masyarakat. Olot adalah pemimpin tertinggi sebuah kaolotan. Meskipun demikian, pengaruhnya tidak hanya dirasakan oleh anggota masyarakat kaolotan itu saja. Mayoritas masyarakat sangat menghormati dan menjaga nama baik para olot, karena dipandang sebagai orang yang mampu menjaga dan melestarikan adat warisan leluhurnya. Saat ini, di Kabupaten Lebak terdapat beberapa kaolotan, di antaranya Bayah, Cibeber, Cisungsang, dan Citorek.

Kelompok rakyat biasa merupakan kelompok terbesar dalam stratifikasi di Banten. Kelompok ini tidak memiliki kekuasaan apa-apa selain mengabdi kepada sultan. Biasanya, terdapat pula subkelompok yang didasarkan atas kepemilikan tanah. Selain itu, pada masa awal Kesultanan Banten terdapat kelompok budak, yakni rakyat Kerajaan Sunda yang menjadi tawanan Kesultanan Banten. Akan tetapi, golongan ini telah lama dihapus dalam stratifikasi sosial masyarakat. Para keturunannya dimasukkan ke dalam kelompok rakyat biasa. (**)

——————– Kembali ke Halaman Pertama ——————

Pos ini dipublikasikan di 01 Sejarah. Tandai permalink.

13 Balasan ke Mengenal Stratifikasi Sosial di Banten

  1. Jafar Soddik berkata:

    Assalamu’alaikum

    Ada yang mau ditanyain nih. Kalau untuk gelar Mas/Permas masuk dalam stratifikasi yang mana?

  2. ipan ripai berkata:

    ilmu yang bermanfaat ni om..

  3. gola gong berkata:

    Etahu saya, di silisilah kesultanan Banten, gelar Tubagus didirikna pada masa setelah Sultan Hasanudin, yaitu geneasi ke-7 pada saat Sultan Ageng Tirtayasa memimpin.

  4. herly berkata:

    Wa’alaykum Salam. . .
    kl Permas yg pernah sy dengar itu gelar bagi pembantu Sultan.
    *maaf kl salah.
    Salam.

  5. muhdi carenang berkata:

    assalamu’alaikum.
    Saat menemukan tulisan ini, saya sangat tertarik untuk nimbrung nih (salam silaturrahim).
    menurut informasi yang saya peroleh dari orang tua saya, bahwa istilah “permas” adalah sebuah gelar yang di berikan kepada mereka dari keturunan raja SMHB untuk mensyi’arkan agama islam untuk wilayah Banten girang/timur. pada zaman kolonial dahulu terkenal ada seorang yang bernma Ki Mas Bolong (pamarayan), Mas Mansur yang kemudian diikuti oleh generasi berikutnya Ki mas Daimin, Dera dll.

  6. assalamualaikum saya mau ikut nimbrung nih saya kalau kata orangtua saya masih turunan ulama mas dera.mas bolong.mas hasyim.mas suro.mas khair.mas daimin katanya mereka itu berasal dari sumedang larang bukti bukti dari itu masih tersisa dadaerah cikupa tangerang banyak orang orang sumedang yg ingin saya tanyakan apakah benar link tsbt?

  7. ada yg mengatakan permas merupakan gelar dari tatar sumedang larang sebab contohnya mas hasyim mas liyas mas daimin mas dera di daerah cisoka tangerang tapi itu juga blm ada bukti bukti fisik yg mendukung tetapi ada masyarakat di satu daerah cikupa berasal dari sumedang tetapi saya belum survei kedaerah itu.

  8. iqbal goenapradja berkata:

    kakek dan ayah saya juga depan nya Ms, apa itu masuk dalam strata gelar yang ada di banten ?

  9. Muliawan berkata:

    Assalamu’alaikum,

    Saya ingin mengetahui sumber yang digunakan untuk mengutip kupasan mengenai gelar Entol.

    Saya pernah membaca suatu studi mengenai WAWACAN SAJARAH HAJI MANGSUR. Dalam naskah tersebut gelar yang diberikan oleh Maulana Hasanuddin adalah MAS dan AGUS kepada Ki Jong dan Ki Jo, dan setelah itu kepada 48 ajar lainnya. Naskah tersebut tidak sekali-kali menyebutkan gelar Entol. Lengkapnya baca di:

    http://www.scribd.com/doc/29774052/Naskah-Wawacan-Sajarah-Haji-Mangsur-kajian-Filologis

    Saya ingin mengetahui sumber resmi dari kesultanan atau paling tidak ada sumber yang berasal dari naskah tua yang menceritakan hal mengenai pemberian gelar Entol tersebut. Dalam catatan silsilah keluarga saya memang ada bagian yang menceritakan bagaimana leluhur saya mendapat gelar Entol. Catatan itu juga tidak sedikitpun menyebut Ki Jong maupun Ki Jo. Akan tetapi, hal itu juga bukan sumber yang bisa dipertanggungjawabkan.

    Untuk itu mohon kiranya dapat menginformasikan sumber naskah bacaan di atas. Terima kasih.

    Wass

  10. AHMAD MASYUMI berkata:

    KALAU MENURUT SAYA KALAU TINGKATAN MAS BOLONG,MAS HASYIM,MAS LIYAS MAS BUAYA ,MAS DERA ,MAS DAIMIN ITU TINGKATAN WALI JADI BACKGROUNDNYA SUSAH DITELUSURI SAMPAI SEKARANG KITA TIDAK TAHU BELIAU HIDUP TAHUN BERAPA ATAU APAKAH MEREKA SATU GENERASI

  11. Akhirnya penyiaran Islam oleh keturunan SHMB sampai pula ke daerah Lampung Barat, bukti makamnya dapat ditemui di tengah kota Liwa di seberang pom bensin Taman Liwa.

  12. Arief Hakim Goenapradja berkata:

    Assalamua’laikum Wr.Wb.

    Setelah membaca risalah tentang STRATIFIKASI SOSIAL DI TATAR BANTEN, saya ingin mengetahui lebih banyak tentang gelar Mas Sastra di Banten. Sepertimnya Gelar Ms tersebut, tidak umum dan tidak banyak diketahui oleh masyarakat Banten sendiri. Dalam Silsilah keluarga kami, seluruhnya mempergunakan Mas Sastra di depan namanya. Saya akan merasa sangat bersyukur, apabila saya dapat keterangan yang terinci mengenai arti dari gelar tersebut.

    terima kasih
    Wassalam

  13. masyumi berkata:

    assalamualaikum
    saya ingin tau kisah mas hasyim mas liyas mas buaya di csoka ada yg dpt membantu?

Tinggalkan Balasan ke ipan ripai Batalkan balasan